Referral Banners
Toko Buku Online Terlengkap

11 Juni, 2009

DEMAM INVESTASI DINAR IRAK

Seri Artikel News for Wealth
Oleh : Her Suharyanto

gambar dari : http://dinarirak.org/

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan email dari Pak Sutrisno dari Gresik: “Di kantor
tempat saya bekerja orang sedang beramai-ramai berburu dinar Irak. Menurut mereka,
investasi dalam dinar akan sangat menguntungkan. Sebelum perang Irak, nilai tukar dinar
katanya lebih dari tiga dollar AS, sedangkan sekarang nilainya kurang dari seperlimaratus
sen dollar. Menurut mereka, sebentar lagi Presiden Bush harus lengser dan Amerika
kemungkinan besar akan mundur dari Irak. Dengan demikian dinar Irak akan pulih. Berarti,
investasi pada dinar akan menghasilkan laba ribuan kali. Saya sungguh tergoda, tetapi
apakah benar ada investasi yang memberikan untung ribuan kali?”
Benar, Anda semua juga pasti tahu bahwa saat ini demam dinar Irak memang sedang
melanda berbagai belahan dunia, mulai dari pojok-pojok kota di Pakistan, Indonesia
Amerika dan banyak negara di dunia. Cara berpikir para spekulan itu sama persis, yakni
bahwa nilai tukar dinar Irak sekarang sudah sangat luar biasa murahnya, ratusan ribu
persen di bawah nilai tukar sebelum Sadham Hussein digulingkan. Mereka berpikir dinar
tidak mungkin turun lebih rendah lagi, sehingga satu-satunya kemungkinan adalah
menguat.
Di Indonesia sama saja. Pedagang ramai berjualan dinar, pembeli berebut. Ada teman
saya yang enggan membeli dari pasar dalam negeri dan memilih untuk membeli dinar dari
luar negeri. Setiap kali ada teman pergi keluar negeri, terutama ke daerah Timur Tengah,
oleh-oleh yang dimintanya adalah dinar Irak.
Bagaimana kita harus menyikapi investasi ini? Bagaimana prospeknya? Bagaimana
risikonya? Sampai saat ini yang selalu digembar-gemborkan adalah potensi
keuntungannya. Hampir tidak ada yang menyajikan risiko dari investasi. Demi netralnya
saya memakai istilah itu, bukan spekulasi atau judi. Ini normal, karena sumber “analisa”
umumnya berasal dari para pedagang, bukan dari pihak netral.
Tugas saya justru untuk mengingatkan bahwa kita perlu kembali ke prinsip dasar
investasi: potensi untung sebanding dengan potensi rugi. Apakah saya meragukan bahwa
dinar Irak akan kembali ke nilai sebelum perang? Bukan itu yang ingin saya katakan. Yang
ingin saya katakan hanyalah bahwa kita perlu menyadari risiko dari setiap investasi.
Karena itu marilah kita melihat dari sisi positifnya dulu, yakni faktor-faktor apa saja yang
mendukung investasi itu.
Pertama, analisa teknikal yang banyak dipakai orang dalam kasus ini mungkin benar.
Kedua, Dinar sudah sampai pada titik nadir-nya, sehingga tidak mungkin turun lagi.
Satu-satunya
kemungkinan adalah naik, entah sampai ke level berapa.
Kedua, Banyak pihak menilai kemungkinan itu cukup besar, apalagi setelah George Bush tidak lagi menjadi presiden AS setelah pemilu mendatang. Kalau ini yang terjadi, Irak akan kembali bisa mengeksploitasi minyaknya, dan negara itu akan mendapatkan momentum
yang baik di tengah harga minyak dunia yang terus melambung
. Kalau sekarang harga
minyak sudah mencapai sekitar US$90 per barrel, berapa harga minyak setelah Amerika
dan pasukan koalisi keluar dari sana? Ini akan jadi mesin uang Irak.
Ketiga, pembangunan kembali Irak pasti akan mendatangkan banyak dukungan investor
asing
karena bagaimana pun juga ada begitu banyak potensi di dalam negeri Irak.
Kemakmuran Irak akan berarti peluang bisnis yang lebih besar bagi investor yang lebih
dulu datang ke negeri itu.
Keempat, dari berbagai laporan Bank Sentral Irak tampak terus berusaha keras untuk
menahan laju inflasi, musuh besar satu perekonomian yang sedang dilanda krisis.
Kalau
bank sentral itu sukses mengendalikan inflasi, dampaknya pasti akan sangat positif bagi
nilai tukar mata uang setempat.
Faktor Risiko
Tentu saja kita masih bisa menggali banyak alasan yang mendukung investasi pada dinar.
Namun sekali lagi tugas saya justru mengingatkan risikonya karena sudah terlalu banyak
sisi positif yang dikupas. Mari kita membuat analisa sederhana dengan membuat
beberapa pertanyaan, dan silakan Anda sendiri yang menjawab.
Pertanyaan pertama dimulai dari logika pasar. Kalau Anda punya satu asset yang Anda
yakin dalam tiga tahun nilainya akan naik 1000 kali lipat, apakah Anda akan menjualnya?
Jangankan 1000 kali lipat, naik 100 kali lipat saja, apakah Anda masih mau menjualnya?
Jadi, mengapa masih banyak orang yang menjual dinar kalau mereka sendiri sangat yakin
bahwa dalam tiga tahun akan untung ratusan atau ribuan kali? Gampangnya saja, saat ini
anda punya satu unit rumah dan rumah itu akan menjadi seratus unit, atau bahkan seribu
unit dalam tiga tahun, masihkah Anda ingin menjualnya? Baiklah, tidak usah ekstrim
menjadi seratus rumah, tetapi menjadi sepuluh. Masih ingin menjual?
Kedua masih dalam rangka logika pasar, normalnya harga produk investasi juga
ditentukan oleh ekspektasi. Contohnya, harga saham Barito Pacific sekarang ini lebih dari
Rp 4000. Padahal untung per sahamnya hanya Rp 15. Mengapa orang mau beli saham
perusahaan itu dengan harga Rp 4.000? Alasannya sederhana, karena orang punya
harapan bahwa tahun depan atau dua tahun lagi perusahaan ini akan untung jauh lebih
besar. Jadi harga sekarang bergerak naik sampai ke angka yang “tidak masuk akal”,
karena faktor harapan tadi. Pertanyaan saya, mengapa harga dinar sekarang tidak
melakukan penyesuaian terhadap harapan tadi? Kalau diyakini dinar akan menguat ribuan
kali, mengapa sekarang harganya relative tetap? Kalau si A yakin harga sebutir jagung
tahun depan sebesar Rp 10.000, dia pasti akan rela membeli dengan harga, katakanlah
Rp 5.000 walaupun di pasar harganya hanya Rp 2.000. Jadi, mengapa harga dinar masih
juga murah?
Ketiga, katakan saja presiden Amerika mundur dari Irak, siapa bisa memastikan ekonomi
negara itu langsung akan pulih? Perang sudah dengan kejam menghancurkan segalanya.
Infrastruktur di Irak sudah hancur. Utang luar negeri nenara itu mencapai US$ 125 miliar.
Dan yang lebih parah, di dalam Irak sendiri ada faksi-faksi yang belum tentu akan
langsung saling bergandengan tangan membangun kembali negeri itu. Di luar itu, siapa
yang membentuk pemerintahan Irak sekarang? Amerika, bukan? Apakah rakyat Irak akan
“happy” dengan pemerintahan sekarang kalau Amerika sudah hengkang? Kalau mereka
tidak happy, apakah pemerintahan dan kehidupan bernegara akan stabil? Kalau di Irak
ada sejumlah faksi yang saling berseberangan, bisakah mereka duduk bersama
mengelola negara? Silakan jawab sendiri.
Keempat, kalau pasukan koalisi nanti mundur, bagaimana dengan persoalan “lama”
dengan perbatasan? Iran yang pamornya di tingkat internasional kian melambung adalah
tetangga dekat yang banyak punya persoalan dengan Irak, terutama menyangkut perkara perkara kriminal di daerah perbatasan.
Kelima, saat ini dinar bukanlah mata uang yang diperdagangkan bebas karena keputusan
bank sentral setempat. Lihat saja, apakah ada perdagangan dinar antarbank? Apakah
dinar masuk dalam papan-papan perdagangan di bursa-bursa dunia? Tentu saja bank
sentral setempat punya banyak pertimbangan, ekonomi dan politik, mengapa tidak
membebaskan saja perdagangan mata uangnya dan secara ekonomi keputusan itu pasti
mendapatkan banyak dukungan. Pada titik ini ada banyak pertanyaan yang bisa
dikemukakan, tetapi saya hanya ingin mengajak Anda berpikir praktis dan sederhana saja.
Katakan saja nilai dinar yang Anda pegang kelak naik. Lantas kepada siapa Anda akan
menjualnya? Apakah “Bandar” Anda (atau situs internet yang menjual) akan mau membeli
kembali? Kalau mau, bukankah aneh karena ada pedagang yang menjual murah untuk
kemudian membeli pada harga yang mahal? Kalau mau menjual ke bank, bank mana
yang berani membeli kalau bank sentral Irak menyatakan bahwa dinar Irak tidak untuk
diperdagangkan?
Nah, silakan Anda menimbang-nimbang sendiri untung dan rugi investasi pada dinar.
Saya sendiri, kalau ada modal dan punya akses terhadap sumber dinar, tentu akan
memilih menjadi penjual dinar saat ini karena pasarnya memang sedang hot.[her]
* Her Suharyanto adalah penulis lepas dan editor ekonomi. Ia dapat dihubungi di:
her_suharyanto@hotmail.com
<\span>

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Comments

Labels

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
Template by : Kendhin x-template.blogspot.com